KABAMINANG.com, Jakarta – MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), terkait norma penyelenggaraan pemilu serentak.
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan ketentuan waktu penyelenggaraan Pemilu dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan Pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan Presiden/Wakil Presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota (Pemilu daerah atau lokal). Sehingga, Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku.
Read More:
- 1 Kunjungan Kenegaraan Raja Yordania ke Jakarta Abdullah II ibn Al Hussein dan Presiden Prabowo Subianto Sepakati Kerja Sama Strategis
- 2 Desa Supiturang Porak Poranda Pasca Letusan Dahsyat Gunung Semeru, Warga Pulang ke Rumah Hancur, 956 Orang Masih Mengungsi
- 3 Presiden Prabowo Resmikan Jembatan Kabanaran, Tingkatkan Konektivitas dan Ekonomi Jawa Tengah
Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota.
Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Sumber : MKRI








