Lumajang, Jawa Timur, KABAMINANG.com – Gunung Semeru, gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa yang terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, kembali mengamuk dengan letusan dahsyat pada Rabu (19/11/2025) siang hari.
Erupsi yang disertai guguran awan panas hingga radius 13 kilometer ini meninggalkan jejak kehancuran di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Sekitar 50 rumah warga di Dusun Sumbersari dan Dusun Kamar A hancur porak-poranda akibat tertimbun material vulkanik panas, sementara 956 warga terpaksa mengungsi. Meski belum ada korban jiwa, kisah pilu warga yang pulang ke kampung halaman hancur kini menjadi sorotan.
Letusan terjadi sekitar pukul 14.13 WIB, diawali dengan suara gemuruh keras yang mengguncang lereng gunung. Kolom abu vulkanik setinggi 2.000 meter di atas puncak (total 5.676 mdpl) menyembur ke udara, diikuti awan panas guguran yang meluncur ke aliran Sungai Curah Kobokan dan Besuk Kobokan.
Intensitas letusan tercatat sangat tinggi, dengan amplitudo getaran mencapai 40 milimeter selama 16 menit 40 detik. Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) langsung menaikkan status Gunung Semeru menjadi Level IV (Awas) sejak pukul 17.00 WIB, dengan perluasan zona bahaya hingga radius 20 kilometer dari puncak.
Dampaknya langsung terasa di Desa Supiturang, yang menjadi sasaran utama awan panas. Dusun Sumbersari dan Kamar A berubah menjadi lautan abu dan lumpur licin, menutupi jembatan, jalur akses, dan lahan pertanian.
“Rumah kami tertimbun total, tak ada yang tersisa selain puing-puing panas yang masih mengeluarkan asap,” ujar Ali Murtopo
Warga Dusun Sumbersari, saat ditemui di posko pengungsian. Ia menceritakan bagaimana para penambang pasir di sungai terpaksa berlarian panik, meninggalkan alat kerja mereka di tengah kepanikan. Sementara itu, warga Dusun Kamar A dan Kamar Kajang berteriak histeris saat awan panas mendekat, membuat langit gelap gulita akibat abu tebal.
Pada Kamis (20/11/2025) pagi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan 956 orang mengungsi di berbagai titik aman, termasuk Balai Desa Penanggal, Candipuro, Lumajang. Pemerintah daerah segera menutup akses Jembatan Gladak Perak dan Piket Nol untuk mencegah warga nekat mendekati zona bahaya.
Polisi dan relawan melakukan penertiban ketat, karena sejumlah warga justru datang untuk berfoto dan melihat langsung kehancuran, meski material vulkanik masih panas dan berbahaya.
“Situasi belum stabil, kami tidak ingin ada korban tambahan,” tegas Kepala BPBD Lumajang, Thoriqul Haq.
Kisah Tukiyem (65), seorang petani di Dusun Sumbersari, menjadi representasi duka warga lereng Semeru. Saat letusan, ia sedang memasak di rumahnya.
“Tiba-tiba terdengar teriakan ‘Lari! Semeru meletus!’, lalu dentuman besar. Saya langsung panik, nangis sambil lari bawa anak dan cucu,” ceritanya dengan suara parau di posko pengungsian.
Read More:
- 1 Presiden Prabowo Resmikan Jembatan Kabanaran, Tingkatkan Konektivitas dan Ekonomi Jawa Tengah
- 2 Kunjungan Kenegaraan Raja Yordania ke Jakarta Abdullah II ibn Al Hussein dan Presiden Prabowo Subianto Sepakati Kerja Sama Strategis
- 3 Gelombang Pengungsi Sudan Membanjiri Chad: Krisis Kemanusiaan Memburuk di Tengah Perang yang Tak Berkesudahan
KABAMINANG
Rumah sederhananya kini rata dengan tanah, panen padi gagal total, dan ladang tertutup abu setebal puluhan sentimeter.
“Mau pulang juga nggak bisa, karena di rumah sudah nggak ada apa-apa. Alhamdulillah, keluarga selamat. Harta bisa dicari lagi,” tambahnya, meski air matanya tak terbendung.
Kisah serupa dialami ratusan keluarga lain, yang kehilangan rumah, sawah, dan sumber penghidupan.
Pemerintah pusat dan daerah bergerak cepat menangani dampak. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memerintahkan percepatan bantuan logistik, termasuk makanan, obat-obatan, dan tenda sementara.
Bupati Lumajang, Indah Amperawati, juga menghentikan sementara aktivitas tambang pasir di Besuk Kobokan untuk prioritas keselamatan.
“Kami sedang inventarisasi kerusakan dan akan salurkan bantuan segera. Warga diminta tetap patuh di zona aman,” katanya dalam konferensi pers Kamis malam.
Data kegempaan pagi ini (20/11) menunjukkan aktivitas vulkanik masih tinggi: 32 gempa guguran dan 25 gempa letusan dalam enam jam. PVMBG memperingatkan potensi awan panas beruntun, dengan rekomendasi warga tidak mendekati radius 5-8 kilometer dari puncak Jonggrang.
Sejarah Semeru yang panjang letusan pertama tercatat 1818 mengingatkan bahwa gunung ini selalu aktif, dengan erupsi signifikan pada 2021 (korban jiwa 51 orang) hingga 2024-2025 yang sporadis.
“Semeru adalah pengingat alam yang harus kita hormati. Mitigasi dini adalah kunci,” ujar Kepala PVMBG, Agus Budi.
Hingga Jumat (21/11/2025) pagi, sebagian warga mulai diizinkan pulang untuk mengecek kondisi rumah, meski di bawah pengawasan ketat.
Desa Supiturang yang porak-poranda kini menjadi simbol ketangguhan masyarakat Jawa Timur. Di tengah puing-puing, harapan untuk bangkit kembali mulai tumbuh, didukung solidaritas nasional. Pemulihan akan memakan waktu, tapi semangat “suro boyo” (keras kepala) warga lereng Semeru takkan pernah padam.
(KBM)








