KABAMINANG.com, Dharmasraya – Pagi yang cerah perlahan menyibak kabut, matahari baru saja menampakkan sinarnya, namun langkah gontai para petugas kebersihan sudah terdengar di halaman Sentra IKM Logam, Nagari Gunung Medan, Kecamatan Sitiung.
Gedung itu berdiri megah, catnya masih gagah, tapi di dalamnya sunyi, hanya suara sapu lidi yang sesekali menghapus debu di lantai, berpadu dengan helaan napas letih para pekerja yang terus berjuang di tengah dedaunan yang tak henti gugur, seakan menjadi saksi bisu dari harapan yang kian meredup.
Dulu, gedung ini dibangun dengan harapan besar menjadi pusat industri logam, tempat lahirnya karya, dan sumber kehidupan baru bagi banyak orang. Namun, impian itu kini tinggal bayangan. Dari 16 pekerja yang pernah menggantungkan hidupnya, kini hanya tinggal beberapa orang yang tersisa. Enam petugas kebersihan, satu operator, tiga teknisi dan tiga satpam masih bertahan, meski nasib mereka jauh dari kata pasti.
Guratan lelah sekaligus pasrah jelas tergambar di wajah mereka. “Kalau penuh, gaji kami hanya Rp1,2 juta sebulan. Tapi sering tidak utuh, kadang dipotong, bahkan pernah hanya menerima Rp900 ribu,” ujar Rehan dengan suara lirih. Senyum kecutnya menambah getir kisah itu, seolah ruang untuk berharap sudah habis. Rabu (27/08/2025)
Rasa perih juga tak dapat disembunyikan, dharmansyah, dengan nada tak kalah pahit, “Padahal dulu dijanjikan Rp1,5 juta, tapi sampai sekarang belum pernah kami rasakan.”ucapnya
Resti, pekerja perempuan di sana, hanya bisa menunduk saat ditanya. Baginya, angka Rp900 ribu bukan sekadar upah, melainkan beban. Bagaimana mungkin cukup untuk menutupi kebutuhan keluarga, sementara harga harga terus melonjak
“Kadang bingung, tapi ya mau bagaimana lagi,” kata wanita berambut pirang itu, dengan senyum penuh luka.
Lebih ironis lagi, meski Sentra IKM Logam sudah menjadi aset Dharmasraya, para pekerjanya justru kerap harus merogoh kocek pribadi demi menunjang operasional sehari hari.
“Tidak ada minyak kerja, kami beli pakai uang sendiri,” ujar seorang pekerja dengan nada getir, menggambarkan betapa lemahnya perhatian yang seharusnya mereka dapatkan dari pihak pemerintah.
Dulu, ada mesin yang membantu pekerjaan mereka. Kini, mesin itu rusak, tak pernah diperbaiki Satu demi satu, pekerja memilih mundur. “Ada yang nggak tahan, akhirnya berhenti,” tambahnya.
Dari berbagai penjuru Dharmasraya mereka datang. Dari Sitiung, Ampang Kuranji, hingga Pulau Punjung. Mereka mencari nafkah, berharap ada kepastian. Tapi yang mereka temui hanyalah janji kosong.
Bahkan salah seorang pekerja, Ikhsan, warga Gunung Medan, kini hidup dengan luka yang tak bisa hilang. Urat kakinya putus saat bekerja, meninggalkan bekas yang bukan hanya di tubuh, tapi juga di hatinya.
Yang membuat kisah ini semakin pilu, para pekerja tak berani bersuara. “Kami takut, Pak, untuk buka suara. Takut nanti ada masalah,” bisik seorang di antara mereka. Rasa takut itu membungkam, meski kenyataan sudah begitu menyakitkan.
Keamanan pun jauh dari harapan. “Tabung oksigen hilang, sanyo hilang, banyak barang hilang. Satpam ada, tapi kadang masuk kadang tidak. Kalau pun datang, cuma sebentar ngecek. Barang tetap saja hilang,” ungkap seorang petugas dengan nada putus asa, seperti menunggu hujan di musim kemarau.
Hari berganti hari, tahun berganti tahun, mereka tetap di sana, dengan gaji tak menentu, peralatan kerja seadanya, dan janji yang tak pernah ditepati.
“Dulu dijanjikan naik, tapi sampai sekarang nggak pernah. Malah makin berkurang,” ucap Dharmansyah sambil menghela napas panjang, seolah menyimpan sesak di dada.
Kini, yang tersisa hanyalah rasa bertahan. Ada yang tetap bekerja karena tak punya pilihan lain. Ada pula yang masih menyimpan secuil harapan, meski samar, bahwa suatu hari keadaan akan berubah. Tapi di balik itu, ada air mata yang tak pernah terlihat di balik wajah mereka yang tampak tegar.
Sentra IKM Logam Dharmasraya, yang dulu di impikan sebagai pusat kemajuan, kini hanya menyisakan kisah getir orang orang kecil yang terpinggirkan. Gedungnya megah, tapi kehidupan di dalamnya rapuh. Ia menjadi simbol ironi pembangunan yang tak pernah berpihak pada mereka yang seharusnya paling merasakan manfaat.
Pertanyaan pun menggantung di udara sampai kapan mereka harus bertahan dalam ketidakpastian ini, akankah ada yang peduli, sebelum semua harapan benar benar sirna, terkubur di balik dinding beton Sentra IKM Logam.
Ronie Puska, Kepala Dinas Komperdag, tak menampik bahwa setiap hari masih ada petugas yang setia datang dengan semangat menjaga kebersihan gedung IKM itu. Di balik langkah sederhana mereka, tersimpan ketulusan merawat bangunan yang kini tak lagi seramai dan sehidup tahun tahun sebelumnya.
”Ya sekarang masih ada sekitaran 10 orang yang bekerja di sana,” kata Ronie
”Ada Rp.200juta anggaran APBD yang dikucurkan untuk segala biaya di kegiatan IKM tersebut,” kata Kadis Komperdag Ronie Puska, ketika ditemui usai sholat zuhur di masjid belakang kantor bupati setempat.
Dengan nada yang cukup bersahabat, pria yang sebelumnya menjabat Kadis Perkimtan itu mengatakan, seluruh tenaga kerja yang ada di IKM masuk dalam BPJS.
”Daerah sedang berusaha untuk keluar dari kesulitan ini, kita berharap petugas kebersihan di IKM tetap semangat dalam menjalankan tugas,” harapnya.
Read More:
- 1 INKAI Kabupaten Solok Raih Tim Terbaik di Semen Padang Championship Festival Series 1
- 2 Sentra IKM Logam Dharmasraya: Rp50 Miliar Jadi Monumen Mangkrak, Bukan Pusat Ekonomi
- 3 TMMD Ditutup Brigjen Mahfud, Bupati Annisa Pilih Partai Daripada Rakyat
(NT)