KABAMINANG.com, Amerika – Donald Trump, Presiden Amerika Serikat periode 2017-2021 dan kembali menjabat sejak 2025, dikenal karena mengusung pendekatan kebijakan luar negeri yang berbeda dan kontroversial dengan slogan utama “America First”. Kebijakan-kebijakan yang diambil selama masa jabatannya memengaruhi peta hubungan internasional dan dinamika geopolitik dunia.
Pada periode pertamanya, Trump langsung menarik Amerika Serikat keluar dari beberapa perjanjian internasional besar, seperti Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) pada 2017 dan Perjanjian Iklim Paris. Penarikan ini diawasi dengan ketat oleh komunitas global karena mengubah arah komitmen AS terhadap kerja sama internasional di bidang perdagangan dan lingkungan.
Salah satu kebijakan paling kontroversial adalah pelarangan perjalanan atau travel ban bagi warga dari negara-negara mayoritas Muslim, termasuk Iran, Irak, dan Suriah. Kebijakan ini memicu kritik luas dan perdebatan mengenai diskriminasi dan keamanan nasional.
Trump juga membuat sejarah dengan keputusan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, sebuah langkah yang memicu kemarahan negara-negara Muslim dan menimbulkan ketegangan baru di Timur Tengah. Dalam hal militer, AS di bawah Trump melancarkan serangan rudal di Suriah sebagai respons terhadap dugaan penggunaan senjata kimia oleh rezim Bashar al-Assad.
Perang dagang dengan Tiongkok menjadi sorotan utama era Trump, dengan penerapan tarif impor yang besar dan negosiasi ulang perjanjian perdagangan seperti NAFTA menjadi USMCA, untuk mengamankan lapangan kerja dan mengatasi defisit dagang AS. Tarif ini juga berdampak luas terhadap hubungan dagang global, termasuk dengan Indonesia.
Read More:
Selama periode kedua memimpin sejak 2025, Trump melanjutkan gaya kebijakan tegasnya, termasuk penggunaan kebijakan tarif tinggi terhadap negara-negara tertentu, fokus pada deportasi massal imigran dan penguatan langkah-langkah keamanan perbatasan. Ia juga menegaskan keinginannya untuk mengakhiri konflik di Ukraina melalui jalur diplomasi, menunjukkan pendekatan baru yang ingin mempererat hubungan dengan pemimpin Rusia dan Ukraina.
Kebijakan Trump yang menempatkan kepentingan nasional di atas kerja sama multilateral membuka perdebatan mengenai masa depan aliansi seperti NATO dan arah kebijakan luar negeri AS yang lebih berorientasi pada pragmatisme dan proteksionisme.
Langkah-langkah Trump ini menimbulkan reaksi beragam: pujian dari pendukungnya yang menganggapnya sebagai pembela kepentingan Amerika, dan kritik tajam dari lawan politik dan beberapa negara yang menilai kebijakan ini melemahkan peran AS di dunia dan menciptakan ketegangan baru di banyak wilayah.
Trump dipastikan akan tetap menjadi figur sentral dalam dinamika kebijakan luar negeri AS di masa mendatang, dengan berbagai kebijakan yang dia jalankan memiliki dampak luas secara global.
(KBM)