Oleh: Syaiful Rajo Bungsu
KABAMINANG.com – “Di tengah derasnya arus globalisasi, masyarakat dunia hidup dalam era keterbukaan informasi, pertukaran budaya instan, dan gaya hidup yang makin seragam. Modernisasi seolah menjadi arus besar yang menenggelamkan keunikan identitas lokal. Termasuk di dalamnya, adat dan budaya Minangkabau yang selama ini dikenal sangat kokoh memadukan nilai adat dan agama. Dalam konteks ini, kita ditantang, mampukah nilai-nilai luhur ABS-SBK bertahan di tengah perubahan dunia?”
Koto Baru, – Mei 2025. Jawaban atas tantangan ini sesungguhnya telah diwariskan melalui falsafah hidup masyarakat Minangkabau: “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK). Falsafah ini bukan hanya tatanan sosial, melainkan sistem nilai integral antara budaya dan agama. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, falsafah ini bahkan diakui secara yuridis sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seperti dikutip dari DetikNews (29 Juli 2022), Gubernur Sumbar Mahyeldi menyebutkan bahwa “nilai-nilai ABS-SBK harus menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan di daerah.”
ABS-SBK sebagai Filter Budaya Global
Globalisasi menghadirkan banyak manfaat seperti kemajuan teknologi dan akses informasi tanpa batas. Namun tanpa filter, budaya lokal akan mudah tergerus. Sistem nilai ABS-SBK bisa menjadi benteng identitas dalam menghadapi gempuran budaya luar yang permisif, individualistik, dan materialistik.
Al-Qur’an telah mengingatkan umat manusia untuk menjaga nilai-nilai dasar dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini mempertegas bahwa menjaga jati diri, termasuk adat dan nilai budaya yang bersandar pada syariat, adalah bagian dari tanggung jawab sosial dan spiritual masyarakat.
“Kalau adat tidak dipandu oleh syarak, bisa jadi adat itu akan menyesatkan. Tapi kalau syarak saja tanpa adat, masyarakat bisa kehilangan arah dalam tatanan sosialnya,” ujar beberapa ulama dari Kabupaten Solok dalam diskusi adat yang difasilitasi KAN dan MUI Kabupaten Solok pada awal 2024.
Sikap ini senada dengan hasil kajian Fajria & Fitrisia (2024) dalam Journal of Education Research yang menyatakan bahwa ABS-SBK adalah sistem nilai edukatif yang mampu “membangun karakter masyarakat religius namun tetap terbuka terhadap kemajuan.”
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Solok, Dr. H. Gusmal Dt. Rajo Lelo, SE, MM, menegaskan bahwa pelestarian nilai ABS-SBK sangat relevan untuk menjawab krisis identitas generasi muda. “Di tengah pengaruh budaya luar yang begitu kuat, kita tidak boleh hanya menyesalkan. Kita harus bergerak menjadikan nilai-nilai adat dan agama sebagai pedoman hidup yang ditanamkan sejak dini, terutama melalui lembaga pendidikan dan media,” ujar mantan Bupati Solok dua periode ini dalam salah satu pertemuan adat di Arosuka, April 2025.
Edukasi ABS-SBK Melalui Media Digital
Krisis identitas kian terasa di kalangan generasi muda. Mereka lebih akrab dengan budaya populer luar ketimbang silek, randai, atau petatah-petitih adat. Namun menyalahkan teknologi bukanlah solusi. Kita perlu menjadikan generasi muda sebagai subjek pelestarian budaya. Salah satu pendekatan yang relevan adalah digitalisasi nilai adat, seperti yang dilakukan oleh komunitas Randai Digital Payakumbuh, yang mengemas cerita adat ke dalam format video pendek untuk platform TikTok dan YouTube.
Lebih dari itu, masyarakat dan generasi muda dapat lebih cepat memahami dan mudah mengerti nilai-nilai ABS-SBK melalui media online yang dikemas dengan desain grafis yang menarik, infografis interaktif, hingga komik adat dan animasi budaya. Inisiatif seperti ini sangat diperlukan untuk menyesuaikan cara penyampaian nilai-nilai adat dengan pola konsumsi informasi generasi digital.
Menurut H. Erizal Dt. Batuah, SE, salah satu pengurus LKAAM Kabupaten Solok, “Kita perlu menanamkan adat sejak usia dini dengan bahasa yang mudah dipahami anak muda. Salah satu jalannya adalah melalui konten digital dan media sosial. Jika nilai ABS-SBK dikemas menarik dan menyentuh, generasi muda pasti bisa menerima dan meneruskannya.”
Read More:
- 1 Kasi PD Pontren Sambut Kunjungan Istimewa Kanwil Kemenag Sumbar di Ponpes Warasatul Anbiya’
- 2 Zaitul Ikhlas Pimpin Apel Pagi: Ingatkan Tugas, Tanggung Jawab, dan Etika di Lingkungan Sekretariat DPRD Solok
- 3 Fauzi: "Songsong Tahun Baru dengan Hati yang Bersih, Semangat Membara, dan Akhlak Bercahaya"
Langkah serupa juga dilakukan pemerintah Nagari Andaleh, sebagaimana dilaporkan dalam situs resminya (2021), yang menjadikan rumah gadang sebagai pusat edukasi nilai adat berbasis multimedia.
Pelestarian Budaya adalah Tanggung Jawab Bersama
Pelestarian nilai adat bukan hanya tugas ninik mamak atau ulama. Ia adalah tanggung jawab kolektif pemerintah, akademisi, media, dan masyarakat. Pemerintah daerah mesti menyusun kebijakan strategis berbasis kearifan lokal. Sekolah harus menyisipkan nilai ABS-SBK dalam kegiatan pembelajaran. Media lokal pun seharusnya tidak hanya mengejar konten viral, tetapi menjadi penyambung pengetahuan budaya.
Seperti yang ditegaskan Indra M. Sutan, dosen dan pegiat budaya dari Universitas Eka Sakti Padang: “Jika ABS-SBK hanya diajarkan di rumah gadang, ia akan lekang oleh waktu. Tapi jika dibawa ke kelas, ke kantor walinagari, ke layar ponsel, nilai itu akan tumbuh mengikuti zaman.”
Data dari situs Langgam.id (2020) juga menunjukkan bahwa komunitas Minangkabau diaspora di Malaysia dan Singapura kini aktif mempromosikan adat dan budaya melalui platform digital dan kegiatan keagamaan, membuktikan bahwa globalisasi bukan musuh — bila disikapi dengan bijak.
Penutup
Globalisasi adalah keniscayaan. Namun adat dan nilai lokal bukan untuk ditinggalkan. ABS-SBK adalah jangkar yang membuat masyarakat Minangkabau tidak hanyut oleh arus global, sekaligus layar yang memandu kita berlayar menuju masa depan tanpa kehilangan arah.
Sudah saatnya kita berhenti menjadikan adat dan agama hanya sebagai simbol. Ia harus menjadi panduan hidup modern yang tetap bersumber dari akar budaya dan iman. Inilah cara terbaik menjaga jati diri Minangkabau dalam dunia yang terus berubah.
Referensi dalam tulisan:
1. UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat.
2. DetikNews (2022). Makna ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’ di UU Sumbar. https://news.detik.com/berita/d-6205216
3. Fajria, R. & Fitrisia, A. (2024). Tinjauan Literatur Falsafah Adat Minangkabau: ABS-SBK. Journal of Education Research, 5(2), 1811–1816.
4. Nagari Andaleh (2021). Falsafah Hidup Minangkabau. https://andaleh-limapuluhkotakab.desa.id
5. Langgam.id (2020). Akulturasi Masyarakat Minangkabau di Tengah Derasnya Arus Globalisasi. https://langgam.id/akulturasi-masyarakat-minangkabau-di-tengah-derasnya-arus-globalisasi