Oleh : Syaiful Rajo Bungsu
KABAMINANG.com – Kecenderungan menilai pimpinan secara instan tanpa telaah mendalam menjadi tantangan serius dalam menjaga stabilitas dan kualitas pemerintahan. Kesabaran dan pemahaman yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk menghindari dampak negatif penilaian yang prematur. Dalam era media sosial yang serba cepat, opini publik sering terbentuk dari informasi yang belum lengkap, sehingga berpotensi menimbulkan salah paham hingga bullying terhadap pimpinan.
Menurut psikolog sosial Dr. Robert Cialdini, manusia cenderung membuat penilaian cepat untuk menghemat energi, namun cara ini tidak selalu akurat. Studi dari Harvard Business Review (2018) membuktikan bahwa pimpinan yang mendapat penilaian negatif awalnya, sering menunjukkan perbaikan signifikan setelah mendapat dukungan.
Kemudahan akses informasi di media sosial justru membuat penilaian dangkal kian marak. Prof. Ratna Puspitasari dari Universitas Indonesia mengungkap bahwa media sosial mempercepat penilaian tanpa pemahaman mendalam, sehingga memicu bullying dan konflik sosial (Kompas, 2023). Contoh nyata adalah viralnya video di luar konteks yang dapat menghancurkan reputasi pimpinan tanpa klarifikasi.
Dalam pandangan agama, Al-Qur’an dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 mengingatkan umat Islam untuk menghindari prasangka buruk dan ghibah (menggunjing). Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah menggunjing satu sama lain…” (QS. Al-Hujurat: 12).
Pepatah Minangkabau “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” menegaskan perlunya menilai berdasarkan prinsip agama dan adat yang bijak. Pepatah lain, “Dima bumi dipijak, di situ langik dijunjung”, mengingatkan pentingnya menghormati konteks sebelum menilai.
Read More:
- 1 Kasi PD Pontren Kemenag Kota Solok Hadiri Karantina Tahfizh Surau Sumagek Aro IV Korong
- 2 Zaitul Ikhlas Pimpin Apel Pagi: Ingatkan Tugas, Tanggung Jawab, dan Etika di Lingkungan Sekretariat DPRD Solok
- 3 Lintas Sektoral Dimobilisasi, DPRD Dharmasraya Dukung Rapat Operasi Ketupat Singgalang 2025
Memberikan masukan atau saran kepada pimpinan hendaknya dilakukan dengan cara yang humanis, santun, dan sesuai nilai-nilai agama. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan umat-Nya untuk menasihati dengan hikmah dan mau’izah hasanah (nasihat yang baik). Surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).
Hal ini menegaskan bahwa kritik dan masukan harus disampaikan dengan cara yang baik, agar dapat diterima dan membawa perubahan positif, bukan menimbulkan perpecahan atau kebencian.
Salah satu contoh nyata adalah Presiden Joko Widodo. Pada masa awal kepemimpinannya, Jokowi mendapat kritik tajam. Namun, data dari World Bank (2020) menunjukkan peningkatan signifikan dalam pembangunan manusia di Indonesia selama masa pemerintahannya (Indonesia Development Update, 2020). Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, “Penilaian publik itu dinamis, bisa berubah jika diberi waktu dan ruang untuk bekerja” (Kompas, 2021).
Dampak negatif dari penilaian cepat dan bullying tidak bisa dianggap remeh. American Psychological Association (2017) mencatat bullying dan penilaian negatif tanpa dasar dapat menurunkan motivasi dan produktivitas kerja (APA, Stress in the Workplace, 2017). Di media sosial, opini negatif yang cepat menyebar berpotensi merusak reputasi seseorang secara tidak adil.
Untuk menghindari hal tersebut, penting bagi kita mencari informasi lengkap, memahami konteks, memberi waktu bagi pimpinan untuk bekerja, mendengarkan berbagai pendapat, serta menggunakan media sosial untuk kritik yang konstruktif dan beradab.
Nelson Mandela pernah berkata, “Orang paling berani bukanlah mereka yang tidak pernah takut, melainkan mereka yang tetap maju meski takut.” Para pimpinan yang sering kali menjadi sasaran bullying dan penilaian prematur sebenarnya membutuhkan lebih dari sekadar kritik — mereka membutuhkan dukungan dan kesempatan yang nyata untuk membuktikan kemampuan dan integritasnya. Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang beradab dan dewasa, kita wajib menghindari sikap sembrono dalam menilai. Memberikan penilaian tanpa dasar yang kuat hanya akan merusak kepercayaan, memperlemah kepemimpinan, dan menghambat kemajuan bersama. Mari kita hargai proses dan berikan ruang.