KABAMINANG.com – Solok, “Tower BTS di Nagari Lolo roboh sebelum sempat mengudara. Bukan cuma merusak gedung pertemuan warga, tapi juga merobohkan kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan pembangunan di daerah. Siapa yang bertanggung jawab ketika proyek belum berfungsi tapi sudah membawa petaka”?
Peristiwa ini menjadi alarm keras bagi tata kelola infrastruktur di Kabupaten Solok. Ironisnya, menara telekomunikasi yang belum beroperasi sudah menimbulkan kerugian fisik dan sosial. Gedung pertemuan milik nagari yang rusak berat adalah simbol rapuhnya sistem yang seharusnya melindungi masyarakat.
Secara hukum, tanggung jawab pertama berada di tangan perusahaan pemilik menara, mereka wajib menjamin konstruksi sesuai standar keselamatan. Berdasarkan Permen Kominfo No. 2 Tahun 2008, pembangunan menara harus memenuhi ketentuan teknis dan operasional, serta lolos kajian lingkungan dan risiko.
Namun, pertanyaan yang lebih penting, di mana posisi dan peran pemerintah daerah? Dalam konteks ini, Pemerintah Kabupaten Solok tidak bisa melepaskan diri. Sesuai Perda No. 3 Tahun 2018, pembangunan BTS wajib melalui proses ketat yang melibatkan:
• Diskominfo, dalam pemberian rekomendasi teknis dan lokasi.
• Dinas PUPR, yang menilai kekuatan struktur bangunan.
• Dinas Lingkungan Hidup, terkait analisis dampak lingkungan.
• DPMPTSP, sebagai pihak pemberi izin.
• BPBD, yang menilai risiko bencana di wilayah pembangunan.
Read More:
- 1 Pimpinan DPRD Kabupaten Solok Terima Aspirasi dan Curhat PGRI Terkait Kesejahteraan Guru
- 2 STNK Motor Honda Scoopy Hilang di Sekitar Bukit Sileh "Warga Diminta Bantu Temukan
- 3 Lintas Sektoral Dimobilisasi, DPRD Dharmasraya Dukung Rapat Operasi Ketupat Singgalang 2025
Jika tower bisa roboh sebelum digunakan, ini mengindikasikan kelalaian dalam pengawasan administratif maupun teknis lintas OPD. Apalagi Kabupaten Solok dikenal sebagai wilayah dengan potensi bencana tinggi, terutama angin kencang dan longsor serta daerah jalur patahan semangka.
Gedung Serbaguna nagari yang rusak bukan hanya soal kerugian material, tetapi hilangnya ruang sosial masyarakat. Pemerintah nagari patut menuntut ganti rugi. Jika perusahaan tidak bertanggung jawab, pemerintah kabupaten harus turun tangan, termasuk memberi bantuan hukum dan mendorong penyelesaian melalui jalur hukum.
Ini adalah momentum penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh menara BTS di Kabupaten Solok. Audit teknis, peninjauan izin, hingga penyusunan mekanisme pengawasan berkala harus segera dilakukan. Pemerintah daerah tidak boleh hanya menjadi pemberi izin, tapi juga pelindung keselamatan masyarakat.
Infrastruktur telekomunikasi memang vital untuk masa depan digital, tetapi tidak boleh dibangun di atas kelalaian dan mengabaikan nyawa serta hak masyarakat. Jangan sampai demi sinyal kuat, rakyat yang jadi korban.
Oleh: Syaiful Rajo Bungsu