Kabaminang.com – Pojok Cerita, Dia duduk termenung di sudut kamarnya. Tatapannya kosong menatap jam dinding yang berdetak tanpa henti. Tik. Tok. Tik. Tok. Setiap detiknya adalah pengingat akan waktu yang telah dia sia-siakan. Waktu yang tak akan pernah kembali.
Namanya Lei. Pemuda 25 tahun yang terlalu sibuk mengejar mimpi duniawi hingga melupakan tujuan sejatinya di dunia ini. Setiap pagi, dia berlari mengejar deadline. Setiap siang, dia tenggelam dalam meeting tanpa henti. Setiap malam, dia masih berkutat dengan laptop dan segala target yang harus dicapai.
“Nanti saja,” begitu bisiknya setiap kali adzan berkumandang. “Masih ada waktu,” dalihnya setiap kali hatinya memanggil untuk beribadah. Hingga “nanti” itu menjadi hari-hari, hari-hari menjadi minggu, dan minggu-minggu berlalu menjadi tahun-tahun yang terbuang.
Sore itu, ketika matahari mulai condong ke barat, Lei mendapat telepon yang mengubah hidupnya. Ibunya masuk rumah sakit. Serangan jantung. Ketika dia tiba, ibunya sudah terbaring lemah dengan berbagai selang menempel di tubuhnya.
“Nak,” suara ibunya lirih. “Sudah berapa lama kamu tidak shalat?”
Pertanyaan sederhana itu menghantam Lei bagai petir di siang bolong. Air matanya mengalir deras. Selama ini, setiap hari ibunya menelepon mengingatkan ibadah, tapi dia selalu punya seribu alasan untuk mengabaikannya.
“Kamu tahu, Nak? Setiap malam Ibu berdoa agar kamu tidak termasuk orang-orang yang dilalaikan dunia. Setiap subuh Ibu menangis memohon agar kamu kembali ke jalan-Nya.”
Lei teringat hadits yang sering dibacakan ustadz di masa kecilnya. Tentang neraka yang begitu panas. Tentang siksaan yang begitu pedih. Tentang penyesalan yang tak berujung. Namun dulu, semua itu terasa jauh. Seperti dongeng pengantar tidur yang mudah dilupakan saat fajar menyingsing.
“Ingatlah, Nak. Kita semua akan kembali. Tak ada yang abadi di dunia ini. Bahkan kesempatan untuk bertaubat pun ada batasnya.”
Read More:
- 1 Meninggalkan Zona Nyaman: Langkah Awal Menuju Hidup yang Lebih Bermakna
- 2 Bagaimana Satelit Memperbarui Data Transaksi Antar Bank: Proses, Teknologi, dan Keandalannya
- 3 Di Balik Sorotan: Kisah Cinta dan Tragedi Keluarga Diogo Jota yang Mengharukan
Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Lei menggelar sajadahnya. Air matanya mengalir deras saat sujud. Dia teringat berapa banyak waktu yang telah dia sia-siakan. Berapa banyak panggilan Allah yang dia abaikan.
Di luar, hujan turun rintik-rintik. Seperti langit ikut menangis menyaksikan pertaubatan seorang hamba yang telah lama tersesat. Lei teringat pesan gurunya dulu: bahwa setiap tetes air hujan adalah malaikat yang turun ke bumi, menjadi saksi atas segala perbuatan manusia.
Hari berganti hari. Lei perlahan berubah. Dia mulai mengatur waktunya lebih bijak. Meeting tetap berjalan, deadline tetap terkejar, tapi kini ada waktu khusus yang tak bisa diganggu gugat: waktu untuk Rabbnya.
Setiap kali godaan dunia datang, dia teringat pesan ibunya: “Dunia ini hanya persinggahan, Nak. Jangan sampai kita terlena dan lupa pulang.”
Ya, suatu saat nanti, kita semua akan pulang. Entah kapan waktunya, tak ada yang tahu. Yang pasti, setiap detak jantung adalah pengingat bahwa waktu terus berjalan. Setiap hembusan nafas adalah kesempatan yang Allah berikan untuk kembali ke jalan-Nya.
Dan ketika waktu itu tiba, ketika malaikat maut datang menjemput, tidak akan ada kesempatan kedua. Tidak akan ada “nanti” lagi. Yang tersisa hanyalah catatan amal: berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk-Nya, dan berapa banyak yang kita sia-siakan untuk dunia yang fana.
Maka, sebelum penyesalan itu datang, sebelum azab itu menghampiri, marilah kita kembali. Kembali ke jalan-Nya, kembali ke tujuan kita diciptakan. Karena sesungguhnya, siksaan neraka bukanlah dongeng. Ia adalah janji yang pasti, bagi mereka yang memilih untuk lalai dan lupa.
(TKB)