Kabaminang.com – Dharmasraya, Sudah menjadi rahasia umum, adanya hutan kawasan, dikelola oleh masyarakat dan menjadi sumber pendapatan ekonomi. Tampa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perubahan hutan menjadi areal perkebunan sawit dan karet.
Seperti diketahui, bukan hanya Dharmasraya, tapi Indonesia menjadi sorotan dunia, akibat banyaknya perubahan hutan menjadi areal perkebunan. Sehingga pemanasan global sulit di atasi.
Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IIX Dharmasraya, Dinas Kehutanan Sumatera Barat, melalui Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan.Nelfa tak menapik, adanya perubahan hutan tersebut.
“Luas kawasan hutan di administrasi kab dharmasraya lebih kurang 83.011 Ha tapi yg masuk wilayah kelola KPHP 76.263 Ha”kata Nelfa yang di dampingi boby, Selasa (03/12/24).
Ia mengatakan, untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai jantungnya bumi, pihaknya meminta agar masyarakat, yang telah merubah fungsi hutan menjadi areal perkebunan untuk melaporkan ke UPTD Kehutanan.
“Kita mintak masyarakat untuk melaporkan ke kami, agar hutan yang telah dimanfaatkan ini terdata dan akan diberi akses legal,” jelasnya.
Langkah ini, lanjutnya, sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan akses legal kepada pelaku usaha yang sudah memanfaatkan kawasan hutan.
“Cuma saja lama penggunaan oleh masyarakat hanya satu kali daur. Yakni, selama 25 tahun,” kata Nelfa
Dikatakanya, jika usia sawit milik masyarakat tersebut telah mencapai 25 tahun, maka fungsi kawasan hutan itu dikembalikan pada fungsi awal hutan.
“Nanti, karena hutan kawasan yang dikelola oleh masyarakat ini milik negara, maka negara akan memberikan bibit tumbuh tambuhan untuk di lakukan reboisasi,” ucapnya.
Read More:
- 1 Pemkab Dharmasraya Gelar Buka Bersama, Perkuat Sinergi dengan DPRD dan OPD
- 2 Wabup Candra : Akan Bawa Anak Muda Kreatif GESID untuk Percepatan Pembangunan di Kabupaten Solok
- 3 Semarak FLS3N dan O2SN Kabupaten Solok 2025: Ajang Gali Bakat dan Semangat di Tengah Efisiensi Anggaran
Akses legal yang diberikan kepada masyarakat bertujuan untuk menciptakan harmoni antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Dengan legalitas, para pelaku usaha dapat memperoleh kepastian hukum serta arahan teknis dalam pengelolaan kawasan hutan.
“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi, tetapi juga turut menjaga fungsi ekologis hutan. Jika tidak terkelola dengan baik, aktivitas ekonomi dapat merusak ekosistem dan berujung pada bencana lingkungan,” jelasnya
Maka untuk menjaga patu paru bumi itu tetap pada fungsinya, pihaknya, membuka peluang kolaborasi dengan masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
“Kita juga membuka diri, agar masyarakat bersama-sama dengan pemerintah menjaga hutan ini,” katanya.
Nelfa mengingatkan, kegiatan di kawasan kehutanan tanpa izin resmi dapat berdampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Selain menghadapi potensi konflik hukum, aktivitas ilegal juga merusak keseimbangan lingkungan yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup.
“Langkah ini bukan untuk membatasi, tetapi justru melindungi hak masyarakat dan ekosistem. Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa sumber daya hutan tetap lestari dan generasi mendatang dapat terus menikmatinya,” pungkas Nelfa.
Ia mengatakan, bahwa Kebijakan itu didasarkan pada semangat Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan kawasan kehutanan secara sah. Namun, pelaksanaannya tetap menuntut keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.
((NT))